Persepektif adalah cara pandang seseorang terhadap suatu hal atau lebih. Setiap orang memiliki persepektif dalam hidupnya. Dalam hal ini saya memilikinya, demikian juga Anda. Namun saya ingin mempersempit pembahasan kita, yaitu, persepektif orang optimis dan pesimis. Kalau Anda sudah merenungkannya, maka yang manakah Anda?
Orang optimis adalah mereka yang punya harapan, namun iapun realistis, sebaliknya, orang pesimis adalah orang yang cenderung tanpa pengharapan, sebab selalu berpikir gagal dan gagal. Tahukah saudara bahwa, jikalau Kolonel Sanders tidak optimis, maka tidak ada KFC yang sedap itu. Thomas Alfa Edison pernah mengatakan, bahwa keberhasilannya karena,
“Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. ”
“ Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. ”
“ Saya tidak patah semangat, karena setiap usaha yang salah adalah satu langkah maju. ”
Wow, kita dikarunia kesemua itu, lalu mengapa perlu pesimis? Ada kisah yang menarik,
Satu hari, seorang ayah yang berasal dari keluarga kaya membawa anaknya dalam satu perjalanan keliling negeri dengan tujuan memperlihatkan pada si anak bagaimana miskinnya kehidupan orang-orang disekitarnya. Mereka lalu menghabiskan beberapa hari di sebuah rumah pertanian yang dianggap si ayah dimiliki keluarga yang amat miskin.
Setelah kembali dari perjalanan mereka, si ayah menanyai anaknya :
“Bagaimana perjalanannya nak?”.
“Perjalanan yang hebat, yah”.
“Sudahkah kamu melihat betapa miskinnya orang-orang hidup?,” Si bapak bertanya.
“O tentu saja,” jawab si anak.
“Sekarang ceritakan, apa yang kamu pelajari dari perjalanan itu,” kata si bapak.
Si anak menjawab :
Saya melihat bahwa kita punya satu anjing, tapi mereka punya empat anjing.
Kita punya kolam renang yang panjangnya sampai pertengahan taman kita, tapi mereka punya anak sungai yang tidak ada ujungnya.
Kita mendatangkan lampu-lampu untuk taman kita, tapi mereka memiliki cahaya bintang di malam hari.
Teras tempat kita duduk-duduk membentang hingga halaman depan, sedang teras mereka adalah horizon yang luas.
Kita punya tanah sempit untuk tinggal, tapi mereka punya ladang sejauh mata memandang.
Kita punya pembantu yang melayani kita, tapi mereka melayani satu sama lain.
Kita beli makanan kita, tapi mereka menumbuhkan makanan sendiri.
Kita punya tembok disekeliling rumah untuk melindungi kita, sedangkan mereka punya teman-teman untuk melindungi mereka.
Ayah si anak hanya bisa bungkam.
Lalu si anak menambahkan kata-katanya : “Ayah, terima kasih sudah menunjukkan betapa MISKIN-nya kita”.
Bagaimana perespektif kita melihat dan menilai diri kita saat ini? Pertanyaan ini perlu dijawab oleh diri kita sendiri setelah melakukan perenungan untuk mencari posisi kita. Dalam Alkitab, khususnya bagian, Yeremia 31:17, yang berbunyi, “Masih ada harapan untuk hari depanmu, demikianlah firman TUHAN: anak-anak akan kembali ke daerah mereka”.
Konteks di atas adalah pergumulan pada masa pembuangan. Sebagian bangsa Israel telah kehilangan optismis mereka menghadapi beratnya kehidupan ini, hidup yang berat ditambah dengan belenggu penjajah, sungguh memberikan pukulan mental yang teramat berat. Namun, lihatlah apa yang Alkitab tuliskan kemudian? Masih ada harapan! Masih ada berarti belum habis. Di sinilah dibutuhkan iman dan semangat untuk percaya bahwa dalam diri kita harusnya tidak ada sikap pesimistis. Ayo percaya bahwa Dia selalu membuka jalan. Persepekstif kita menentukan jalan kita!