22Birth-of-JesusF

Matius 1:18-25

Suatu hari saya berjalan melintasi sebuah gerobak penjual sate ayam, bau enak sate itu sungguh membuat perut saya keroncongan dan merindukannya dengan sangat dalam.  Namun, saya tidak dapat berhenti menikmatinya, karena komitmen saya untuk diet.  Sebuah kebebasan yang tidak dapat dinikmati adalah sesuatu yang memberi rasa yang menekan hati dan jiwa.

Terlebih dalam kisah kelahiran Yesus, Allah yang bebas dan berkuasa membuat diri-Nya di batasi oleh ruang dan waktu.  Ia masuk dalam dunia ini menjadi sama seperti manusia (inkarnasi), bahkan di awali oleh wujud seorang bayi, yang tidak berdaya SAMA SEKALI.  Lebih jauh, Ia lahir dalam keluarga miskin dan kelahiran-Nya pun di tempat yang tidak seharusnya manusia lahir.  Pembatasan diri ini sungguh terjadi dan sangat ekstrem sekali!

Orang Gnostisisme berpendapat, bahwa tubuh manusia itu terjebak dalam alam semesta, dan butuh pengetahuan untuk membuatnya keluar dan menikmati kebebasan.  Namun Kristus berbeda, Ia tidak terjebak dan tidak membutuhkan pengetahuan untuk keluar dari masalahnya.  Ia justru sengaja masuk dalam alam semesta ini dan kerelaan dan kesetiaan-Nya yang membuat Ia keluar dari masalahnya, dan Ia membawa serta manusia yang berdosa untuk bersama-sama keluar dari “dunia” ini.  Bukan hanya tubuh kita, tetapi jiwa kita yang terjebak dalam dosa.  Hal itu sebenarnya sudah di mulai pada awal kisah datangnya Allah dalam dunia ini.

Sekalipun Yesus lahir dalam kandang hina dan palungan yang jorok, namun kemudian, kandang dan palungan itu menjadi mulia.  Terlepas dari tafsiran figuratif, katanya, kandang dan palungan melambangkan hati manusia, saya ok aja dan terdengar sangat romantis sekali tafsiran figuratif itu.  Yang jelas, Allah punya visi dan misi bagi dunia ini, dan adegan kelahiran di kandang hanyalah sepotong kecil babak dalam epik Yesus Kristus.

Perhatikan maksud kedatangan-Nya, ada satu frasa penting untuk menggambarkan kehadiran-Nya, yaitu, REDEMPTION. Redemption berarti pembebasan kita dari perbudakan dosa.  Zaman dahulu, kata ini dipakai sebagai “tebusan” pembayaran, agar budak lepas dari ikatan perbudakan.  Dibeli dan dibebaskan, itulah kerinduan paling dalam dan kebutuhan utama seorang budak. Kenapa seorang menjadi budak?  Ia ditangkap oleh bangsa lebih berkuasa atau juga ia menjual diri karena himpitan ekonomi.  Kebebasannya telah dibeli dan diganti dengan ketidakbebasan.

Redemption kemudian diharapkan untuk menghasilkan  sesuatu yang positif, yaitu terlepasnya kita dari keegoisan dan sikap menganggap diri layak.  Kelahiran Yesus memberi contoh di mana Allah memikirkan manusia dan Yesus mengganggap diri tidak setara dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan (Filipi 2:6-8). Carmen Christi atau Hymne Kristus ini (ay. 6-11) berkaitan erat dengan ayat-ayat sebelumnya (ay. 1-5), yang menasehatkan jemaat Filipi agar mereka bisa bersikap rendah hati. Sungguh, kerinduan Allah menjelang Natal adalah semua umat Allah disadarkan untuk melihat potongan kisah penting ini dan merenungkannya.

Marilah kita menyadari pengorbanan yang mahal ini, ketika kebebasan-Nya Ia belenggu adalah untuk melepaskan belenggu kita.  Ketika dalam wujud manusia, Ia lahir untuk menggantikan kita di palungan.  Inisiatif itu seharusnya membuat kita kemudia  aktif berinisiatif memuliakan nama-Nya.  Selamat menyongsong Natal 2014.