Kol 3:23
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
Pendahuluan
Saat ini kita melihat sekitar kita makin banyak hal yang bisa dikerjakan karena mobilitas dunia makin banyak, apalagi dunia generasi muda yang makin maju. Hal-hal itu membuat manusai makin sibuk, karena kesibukan maka bisa saja pekerjaan Tuhan diabaikan.
Dalam konteks Kolose, Paulus menulis surat ini kepada mereka. Kolose dekat sekali dengan Laodikia. Kita tahu bahwa jemaat Laodikia pernah ditegur Tuhan kerena pekerjaan mereka dan pelayanan mereka “Tidak dingin dan tidak panas”. Artinya tidak ada kesungguhan.
Implikasi : Pelayanan yah pelayanan, ke gereja dan tidak kegereja. Apa ajalah, sehingga hal ini mendukakan hati Tuhan. Allah adalah pribadi yang bekerja sungguh-sungguh dalam sejarah, kita lihat karya-Nya dan kita lihat bagaimana Yesus mati untuk menebus kita.
Isi
Fokus kehidupan Sang Pencipta adalah ciptaan-Nya, namun manusia yang diciptakan seringkali memiliki fokus yang lain. Bisa dikatakan juga bahwa seringkali manusia lupa fokus pribadi siapa yang harus menjadi utama.
Ilustrasi :
Setelah mengisi bensin di Montgomery, Alabama, dan melanjutkan mengemudi selama lebih dari lima jam, barulah Sam menyadari bahwa ia telah meninggalkan seseorang, yaitu istrinya. Karena itu, di kota berikutnya ia meminta bantuan polisi untuk menemukan istrinya. Dengan sangat malu ia mengakui bahwa ia tidak menyadari hilangnya sang istri.
Sulit untuk dimengerti bagaimana Sam dapat melupakan istrinya, tetapi dalam hubungan kita dengan Allah, keadaan kita pun tak jauh berbeda. Kita sebenarnya seringkali lupa mengingat Dia yang telah menciptakan dan menebus kita.
Paulus mengingatkan jemaat di Kolose untuk ingat bahwa pikiran dan tindakan mereka haruslah sepenuh hati dilakukan untuk Tuhan. Saya pikir ini adalah ayat sepanjang zaman. Merupakan sebuah pertanyaan refliktif, seberapa utama pekerjaan menjadi saksi Tuhan kita prioritaskan? Seberapa jauh atau pentingnya kita melihat bahwa Tuhan itu menjadi belahan jiwa kita?
Hal menarik di sini, masalah reflektif ini ditulis Paulus dalam usianya yang sudah tua. Memang secara psikologis orang makin tua makin memikirkan Tuhan. Di gereja Lansia selalu punya waktu untuk melayani, bukan karena nganggur tetapi karena merasa hidup ini “makin berarti”. Wise nya bertambah.
Ajakan ini ya dan amin, juga untuk kita agar dalam hidup ini memakai waktu sebaik-baiknya untuk kemuliaan Tuhan.
Ilustrasi :
Seorang tukang bangunan yang sudah tua berniat untuk pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama puluhan tahun.
Ia ingin menikmati masa tua bersama istri dan anak cucunya. Ia tahu ia akan kehilangan penghasilan rutinnya namun bagaimanapun tubuh tuanya butuh istirahat. Ia pun menyampaikan rencana tersebut kepada mandornya.
Sang Mandor merasa sedih, sebab ia akan kehilangan salah satu tukang kayu terbaiknya, ahli bangunan yang handal yang ia miliki dalam timnya. Namun ia juga tidak bisa memaksa.
Sebagai permintaan terakhir sebelum tukang kayu tua ini berhenti, sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk terakhir kalinya.
Dengan berat hati si tukang kayu menyanggupi namun ia berkata karena ia sudah berniat untuk pensiun maka ia akan mengerjakannya tidak dengan segenap hati.
Sang mandor hanya tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah dengan yang terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas membangun dengan semua bahan terbaik yang ada.”
Si tukang kayu lalu memulai pekerjaan terakhirnya. Ia begitu malas-malasan. Ia asal-asalan membuat rangka bangunan, ia malas mencari, maka ia gunakan bahan-bahan berkualitas rendah. Sayang sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya.
Saat rumah itu selesai. Sang mandor datang untuk memeriksa. Saat sang mandor memegang daun pintu depan, ia berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu!”
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Sekarang akibatnya, ia harus tinggal di rumah yang ia bangun dengan asal-asalan.
Inilah refleksi hidup kita!
Pikirkanlah kisah si tukang kayu ini. Anggaplah rumah itu sama dengan kehidupan Anda. Setiap kali Anda memalu paku, memasang rangka, memasang keramik, lakukanlah dengan segenap hati dan bijaksana.
Aplikasi
Kehidupan ini pasti mengalami perubahan. Hubungan kita berubah ketika kita pindah ke tempat baru, mengalami sakit, dan akhirnya menemui ajal. Bahkan sel di dalam tubuh kita selalu mengalami proses perubahan. Ketika sel-sel sudah tua, kebanyakan diganti dengan yang baru. Hal ini terutama tampak pada kulit kita—kulit luar kita mengelupas dan diganti dengan sel-sel baru kira-kira setiap 27 hari.
Ya, perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti dalam dunia kita. Benar kata Henry Lyte dalam lagunya yang melankolis “Tinggal Bersamaku”: “Kulihat semuanya berubah dan musnah di sekelilingku.” Tetapi lagu itu segera menambahkan, “Engkau yang tidak berubah, tinggallah bersamaku!”