Roma 3:1-31 : “Orang Berdosa dengan Allah Pemurah”
Pasal 3 merupakan lanjutan pengajaran Paulus setelah ia menjelaskan kemunafikan dan etnosenrisme orang Yahudi. Secara garis besar, pasal 3 dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
- Kesetiaan Allah terhadap orang Yahudi (ay 1-8)
Setelah Paulus mengatakan dalam pasal 2:28-29, bahwa orang Yahudi sejati ialah mereka yang disunat rohani, bukan secara harafiah. Paulus tidak bermaksud membatalkan sunat dengan pengertian bahwa sunat lahiriah adalah hal yang tidak penting. Menurut Paulus, sunat lahiriah adalah bagian penting dalam sebuah tradisi karena ada nilai yang terkandung di dalamnya (lih ulasan Roma 2). Sunat merupakan suatu tanda yang memiliki banyak sekali manfaat. Manfaat sunat dan kelebihan orang Yahudi di antaranya adalah:
Tanda bahwa mereka adalah umat Perjanjian. Perjanjian Allah dengan Abraham
dipilih sebagai umat Allah di mana Firman Allah dan hukum Taurat diberikan kepada mereka dipilih sebagai bangsa yang daripadanyalah Keselamatan/Mesias dilahirkan
Jadi kasih karunia dan anugerah yang diberikan Allah kepada mereka seharusnya membuat mereka tidak merasa diri paling penting bagi Allah, sehingga sikap dan rasa etnosentrisme itu nampak dalam tindakan mereka sehari-hari. Tanda dan perjanjian Allah kepada orang Yahudi sebaiknya memberikan sebuah pemahaman dan kesadaran, bahwa anugerah dan kesetiaan Allah cukup menggerakkan mereka memiliki bukan hanya tanda (suat), tetapi memaknai tanda (sunat rohani) dalam hati setiap pribadi mereka.
Dalam keberdosaan orang Yahudi dan ketidaksetiaannya, Tuhan tetap menunjukkan kesetiaan Allah terhadap umat-Nya. Salah satu sifat Allah adalah “tidak berubah” kasih setia-Nya. Ketidakberubahan Allah dalam kekudusan-Nya membuat kita menyebutnya “yang benar”. Kata asli “yang benar” adalah “alethes”, bisa juga diterjemahkan sebagai “yang dapat dipercayai”. Dalah hal ini esensi Allah itu sendiri adalah “baik/benar”.
Dalam ayat 4, Paulus membandingkan Allah dan manusia sebagai dua pribadi yang amat berbeda. Allah adalah benar dan manusia pembohong (pseutes-pendusta, 10X dalam PB). Menariknya, kata “semua manusia (pas)” menunjukkan tidak ada satu manusiapun yang dikecualikan tidak berdosa, termasuk orang Yahudi walaupun kepada mereka dipercayakan firman Tuhan dan sunat sebagai tanda Perjanjian. Pada ayat 5, Paulus kemudian melanjutkan dengan sebuah penekanan yang indah sekali, bahwa dalam keberdosaan manusia, justru memberikan sebuah kejelasan akan kebenaran Allah. Kebenaran yang dimaksud oleh Paulus adalah kebenaran (dikaousune) yang berkaitan dengan bacaan selanjutnya, yaitu , pembenaran”.
Paulus bermaksud menerangkan bahwa, jika kita mengenal Allah dan siapa diri kita (saya maksudkan adalah “pas” atau semua manusa), selayaknyalah kita terkena murka-Nya (ay 5), namun, Allah “dikaousune”atau memberikan pembenaran kepada manusia melalui anugerah-Nya, sehingga kita yang selayaknya mendapatkan hukuman (ay 8) diberikan pembenaran oleh-Nya. Jika demikian bagaimana Allah dapat menghakimi dunia? Jawabannya adalah, Ia menghakimi dunia bukan dengan murka-Nya, tetapi dengan kasih setia-Nya.
2. Semua Manusia di bawah Kuasa Dosa (ayat, 9-20)
“pas” atau semua manusia adalah berdosa maka tidak ada satupun manusia yang memiliki kelebihan secara esensial daripada oranglain. Baik itu orang Yahudi maupun juga orang non-Yahudi. Berada di bawah kuasa dosa berarti manusia dikekang oleh dosa dan menjadi budak dari dosa itu. Sinkron sekali dengan kata Paulus dalam Roma 7:14, bahwa dikuasai dosa sama halnya dengan hidup bersifat daging, bukan Roh. Dalam bagian itu, “terjual (piprasko)”, menunjuk suatu barang atau sesuatu yang diperjualbelikan dengan sebuah harga. Jika kita memahaminya dalam kaitan dengan “perbudakan”, maka dapat dikatakan, seorang pribadi telah dibeli oleh pemiliknya dan ia tidak memiliki hak atas dirinya sendiri. hal tersebut yang saya katakan sebagai pribadi yang dikekang oleh sifat kedagingan.
Paulus menyebutkan beberapa contoh-contoh pribadi yang berda di bawah kuasa dosa , akan menampakkan hal-hal seperti:
“tidak berakal budi, kerongkongan seperti kuburan, menyelewang, bibir yang berbisa, mulut yang najis, kaki yang kejam, dan tidak ada rasa takut pada Allah”.
Contoh-contoh yang diberikan oleh Paulus di atas, dikatakan oleh Mazmur Daud dalam Mazmur 14:1-7 sebagai “kebebalan/kebejatan” manusia.
Tujuan Hukum Taurat
Orang Yahudi melihat hukum Taurat yang diberikan kepada mereka sebagai identitas yang menunjukkan bahwa mereka adalah istimewa. Sehingga hukum Taurat oleh orang Farisi dan ahli Taurat sebagai ukuran pembenaran diri di hadapan Allah, yang kemudian juga menjadi ukuran yang dikenakan oleh mereka (Yahudi Kristen) kepada bangsa-bangsa non-Yahudi.
Pemikiran seperti itulah yang dikritisi oleh Paulus dan dengan lugasnya, Paulus mengatakan bahwa tujuan hukum Taurat agar “kita mengenal dosa.” atau melalui hukum Taurat orang memiliki pengetahuan mengenai hal yang dilarang atau yang tidak berkenan di hadapan Allah. Lebih luas dan menegaskan Hukum Taurat maka tujuannya jelas, yaitu: “Supaya mereka tahu sifat Allah yang sebenarnya (kudus tak bercela), supaya mereka memiliki beberapa pedoman hidup, supaya mereka bisa membuat pola kehidupan mereka menurut teladan Allah, agar mereka bisa menyadari bahwa Allah dan hukum-hukum-Nya adalah kekal, dan supaya mereka bisa mengetahui bahwa Allah mengasihi mereka.
Sementara itu, Paulus menekankan bahwa urusan keselamatan bukan masalah pengetahuan melainkan anugerah Allah. Itu sebabnya, Paulus dalam ayat 20 mengatakan, “rekonsiliasi bukan hasil melakukan hukum Taurat, hukum Taurat adalah pengetahuan manusia atas dirinya sendiri yang begitu tidak layak di hadapan kekudusan Allah.
3. Imanlah yang Membenarkan “Pas” (semua) Manusia (21-31)
Ayat 21, khususnya kata “tanpa” lebih baik diterjemahkan menjadi di luar (khoris), agar pembaca bisa dengan lebih mudah memahami bahwa kebenaran dan keselamatan berada di luar hukum Taurat. Pembenaran dan keselamatan hanya melalui iman dalam Yesus Kristus. Dengan demikian, maka usaha manusia tidak dapat meraih keselamatan, karena semua manusia telah berdosa (tidak sempurna dalam melakukan kebenaran Allah), manusia sangat membutuhkan karunia Allah yang telah diinisiasi oleh Allah sendiri.
Anugerah berarti pemberian yang gratis, karenanya, Paulus mengatakan, “dengan dasar apa manusia bermegah?” Tidak lain karena iman. Iman yang dimaksud Paulus di sini jelas tidak bersifat eksklusif, tetapi untuk semua orang yang beriman, baik Yahudi maupun non-Yahudi. Contoh yang paling nyata adalah kisah Pentakosta dalam Kis. 2:9, seluruh bangsa bahkan Mesir dan Arab menerima karunia Allah sebagai tanda perkenanan Allah karena iman percaya mereka.
Apakah hukum Taurat tidak berlaku ketika iman itu ada? (lih. Hal 3, alinea 2), hukum Taurat tetap berlaku sebagai pengetahuan dan pengenalan akan dosa, sekaligus pernyataan sifat Allah yang kudus dan kasih, dan pemelihara umat dari tindakan berdosa.
Penutup
Paulus hendak menyatakan pada pasal 3 ini, bahwa setiap manusia adalah sama di hadapan Allah, baik Yahudi maupun Yunani. Semua manusia (pas) adalah berdosa dan tidak sanggup menyelamatkan diri mereka dari segala usaha. Manusia sangat membutuhkan anugerah Allah, itulah sebabnya manusia tidak lain adalah makhluk yang rapuh dan tanpa iman maka manusia tetap berada dalam kuasa perbudakan dosa.
Keselamatan/pembenaran oleh kemurahan Allah menurut Paulus, seharusnya memberikan pemikiran baru kepada setiap kita bahwa tidak ada yang dapat dibanggakan dalam kehidupan manusia, tidak ada manusia yang harusnya bermegah, kecuali bermegah di dalam Yesus.