Roma 4: 1-25 : “Abraham sebagai contoh Iman”
Paulus dalam pasal 3 berbicara tentang Iman dan Hukum Taurat. Iman menyelamatkan dan hukum Taurat adalah “ginoskou” atau pengetahuan pengenalan akan dosa. Pasal 4 melanjutkan hal iman dan hukum Taurat lebih dalam lagi.
Paulus memakai contoh Abraham sebagai tokoh yang populer di kalangan orang Yahudi, di karenakan Abraham disebut sebagai Bapa mereka di mana perjanjian Allah atas Israel diturunkan melalui Abraham.
Ayat 1, Paulus membuka dengan pertanyaan retorika mengenai Abraham. Paulus mengiring paradigma orang Kristen Yahudi mengenai keselamatan Abraham. Ayat 2, Paulus menjawab bahwa pembenaran Abraham bukan berdasarkan Hukum Taurat atau perbuatannya, sebab jika berdasarkan perbuatan maka Abraham memiliki dasar untuk bermegah. Frasa “bermegah” adalah “kausema”, atau dibanggakan. Dengan demikian kemegahan setiap orang sama sekali tidak ada di hadapan Allah. Bagaimana mungkin orang berdosa memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri?
Ayat 3, Jikalau demikian dengan dasar apa Abraham diselamatkan? “Percaya!” Percaya kepada Tuhan adalah sama dengan beriman kepada Tuhan (pisteu). Iman Abraham diperhitungkan Tuhan menjadi kebenaran. Diperhitungkan (logizomai) adalah dianggap, dan kebenaran (dikaiosune) berarti statusnya Abraham dibenarkan. Hal yang dapat dibaca adalah, keselamatan adalah inisiatif aktif Tuhan, di mana Tuhan memperhitungkan ketidaklayakan manusia menjadi menerima anugerah-Nya yang besar.
Iman Abraham dalam definisinya menjadi jelas ketika kita melihat konteks pararel dalam Ibrani 11:8-12 Pada konteks itu, kita dapat melihat mengenai iman dan pengharapan penantian janji Tuhan yang sejati.
Ayat 4,Di mata Paulus, iman Abraham tidak boleh dinilai sebagai sebuah perbuatan (Rom 4:4-5). Kebenaran yang diperhitungkan kepada seseorang berdasarkan imannya bukanlah sebuah upah atau hak, melainkan sebagai hadiah (ayat 4). Apa artinya bahwa pembenaran melalui iman adalah hadiah? Pembenaran ini diberikan kepada orang durhaka (asebes). Penyebutan Allah sebagai “Dia yang membenarkan orang durhaka” menunjukkan maksud Paulus bahwa Abraham adalah orang berdosa. Kata “asebes” juga digunakan kepada “pas” manusia sebelum ada rekonsiliasi di dalam Kristus (5:6 “kita orang-orang durhaka”). Hal ini sama dengan pemahaman Paulus tentang keberdosaan semua manusia (3:9-20), tidak terkecuali Abraham.
Paulus mengutip Mazmur Daud dalam Mazmur 32:1-2. Daud menyadari bahwa dengan perbuatan baik yang dilakukan manusia tidaklah dapat menyenangkan hati Allah sehingga ada pembenaran. Daud melihat Tuhan sebagai Tuhan penuh kasih karunia yang mengampuni dan tidak memperhitungkan pelanggarannya.
Kata berbahagia yang digunakan di sini adalah “makarios” yang lebih baik diterjemahkan menjadi “diberkatilah”, sebab sesuai dengan konteksnya, orang yang diampuni adalah orang yang diberkati oleh Tuhan. Pengampunan adalah berkat yang sangat istimewa yang diberikan Tuhan kepada manusia, barulah dengan demikian manusia dikatakan berbahagia. Ayat 8, menyatakan bahwa manusia berdosa tetaplah ada dosanya, namun Allah tidak memperhitungkan hal tersebut. Menarik sekali kata “memperhitungkan” yang memakai kata “logizomai”, di mana artinya bisa menjadi, “Allah tidak mengingat lagi kesalahannya”. Sampai kapanpun manusia tidak pernah layak di hadapan Tuhan, manusia tetap makhluk yang rapuh, tetapi Allah melupakan pelanggaran kita dan memberikan pengampunan yang dikatakan sebagai anugerah.
Untuk Siapa Berkat/kebahagiaan Keselamatan Itu?
Dalam ayat 9-13, Paulus memberikan pertanyaan yang “dahsyat” kepada orang bersunat, bahwa kapankah Bapa leluhurmu Abraham dibenarkan? Sesudah atau sebelum disunat? Jika kita mengacu kepada Kejadian 17:11, maka kita mendapatkan bahwa Abraham disunat pada usia 99 tahun, ketika namanya diganti oleh Tuhan dari Abram menjadi Abraham.
Mendahului semuanya itu, Abraham dibenarkan lebih dahulu sebelum disunat (ay.10), lalu sunat menjadi materai kebenaran atau tanda perjanjian Allah dengan Abraham. Dalam hal ini, Paulus tegaskan bahwa pembenaran tidak lain melalui iman, dan rupanya, Abraham adalah Bapa bagi semua orang beriman dan orang bersunat. Jadi setiap orang PERCAYA adalah anak Abraham. Sejalan dengan itu, kita dapat memahami perkataan Tuhan dalam Kej 22:17 mengenai keturunan Abraham seperti bintang dan pasir di laut. Jumlah orang Yahudi tidak sebanyak itu. Jelas arah perjanjian ini meliputi segala bangsa yang percaya kepada TUHAN (Lih.Ayat 13. “bukan karena Taurat tetapi janji itu kpd Abraham dan keturunannya berdasarkan iman). Frasa janji ada dua, yaitu “epagglelia” dan “Huposchesis
. Janji di sini adalah “epagglelia”, yang artinya, janji tanpa syarat yang lahir dari kemurahan dan kebaikan hati Sang Pemberi janji. Berbeda dengan kata “huposchesis” yang bermakna, “saya jenji memberikan sesuatu apabila kamu janji untuk melakukan sesuatu untuk saya”.
Ayat 14-15, merupakan kesimpulan ayat 1-13. Sederhananya dapat dikatakan, “orang tidak memperoleh bagian janji Allah karena hukum Taurat, dan satu-satunya yang dapat memberikan bagian itu adalah kasih karunia melalui iman.
Ayat 16. Pembenaran kemudian tidak berfifat eksklusif, tetapi bagi semua orang yang beriman, tidak peduli mereka kaum bersunat ataupun tidak, sebab karunia Allah bukan berdasarkan suku bangsa, melainkan berdasarkan iman. Acuan iman untuk pembenaran adalah Abraham yang merupakan “Bapa segala orang percaya”. Perkataan Paulus ini pada akhirnya juga berdampak pada pengertian bahwa Abraham bukan hanyak milik Yahudi/Israel. Ayat 17, menunjukkan bahwa Abraham telah ditetapkan Tuhan sebagai contoh konkret bagi semua manusia yang ingin pembenaran.
Ayat 18-20, menunjukkan bagaimana kuatnya iman Abraham, di mana hal iman tersebut bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. ketika dasar berharap tidak ada, Abraham berharap juga dan percaya.
Abraham menerima janji Tuhan ketika ia sudah sangat tua. Di usia 100 tahun atau sangat lanjut seperti itu Tuhan menjanjikan sesuatu yang tidak masuk logika manusia. Alkitab menceritakan, ”Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” (Kejadian 15:5). Janji itu jelas tidak masuk akal karena usia produktif Abram dan istrinya sudah berlalu.
2. ketidakraguan Abraham terhadap janji Tuhan sekalipun “sama sekali” tidak masuk akal. Paulus katakan dalam ay.19, “imannya tidak menjadi lemah (astheneo) atau tidak ada kekuatiran dan keraguan sama sekali. PERCAYA PENUH!! – Allah berkarya ketika keraguan tidak ada sama sekali. Malah Abraham dapat memulikan Tuhan di luar logika manusiawi. Sayang sekali, Paulus tidak mengutip iman Abraham bahwa Allah tetap konsisten dengan janjinya tatkala ia membawa Ishak untuk dipersembahkan. Namun, ada indikasi ke sana ketika kita memperhatikan dengan saksama ayat 21, “dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.”
Ayat 23-25. Paulus menutup bagian ini dengan mengaitkan imam Abraham dengan kita. Sekalipun dalam bagian tertentu Abraham memiliki tindakan iman yang lebih baik, namun pada esensi iman, kita dan Abraham adalah sama, yaitu percaya dan beriman kepada Tuhan. Paulus mengatakan bahwa percaya kepada Yesus sebagai Allah dan mati menebus dosa adalah iman yang membawa pembenaran dalam setiap kita.
Penutup
Paulus memakai Abraham menjadi tokoh yang perlu diteladani sekaligus Abraham adalah sosok yang tepat untuk membuka wawasan orang Yahudi. Mengapa? Karena Abraham merupakan nabi yang sangat dihormati oleh orang Yahudi dan dianggap sebagai “ikon” iman dan memiliki relasi yang sangat dekat dengan Allah.
Inti ajaran Paulus sama saja dengan pasal sebelumnya, yaitu iman menghasilkan pembenaran, bukan hukum Taurat. Hanya saja dalam pasal 4 ini, penekanan Paulus makin kuat dan tajam, yang menyatakan bahwa, Abraham bukan hanya milik orang Yahudi, melainkan segala bangsa yang percaya. Sekaligus dalam ayat akhir, Paulus mengatakan bahwa sebagaimana Abraham diperhitungkan kita pun sama seperti Abraham (tidak ada yang luar biasa – semuanya semata-mata karunia) diperhitungkan karena iman percaya akan keselamatan di dalam Yesus Kristus.