Nats : Ayub 1:1-6
Pendahuluan
Mohamed El-Erian, itulah nama ayah yang rela mengorbankan uang banyak demi keluarga tercinta. Mohamed El-Erian dikenal baik oleh para investor keuangan di Amerika Serikat bahkan oleh sang Presiden. Mohamed El-Erian memiliki jabatan sebagai CEO di perusahaan investasi PIMCO, dengan jabatannya tersebut membuat pria berusia 56 tahun ini mampu menghasilkan uang yang sangat besar dalam perbulannya, yaitu sekitar US $ 8,4 juta atau sekitar Rp 100 miliar dalam perbulannya. Penghasilan yang dimiliki oleh pria ini tentunya sangat menakjubkan jika dibandingka dengan penghasilan rata-rata pegawai biasa.
Namun hal mengejutkan terjadi, pada tahun 2013 silam pria ini memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaannya tersebut. Pengunduran diri yang dilakukan oleh Mohamed El-Erian bermula pada saat putrinya yang berusia 10 tahun mengirimkan sebuah surat kepada dirinya. Dalam kertas yang berisikan pesan tersebut, sang putri menuliskan bahwa dirinya sangat sedih dan menyesali dimana ayahnya tidak bisa datang dan mengunjungi dirinya di hari pertama masuk sekolah, tidak pernah hadir dalam acara rapat orang tua dan juga tidak pernah mengikuti acara yang diadakan oleh sekolah karena ayahnya tersebut terlalu sibuk.
Kalimat Transisi : Demikian dengan bagian yang kita baca. Menunjukkan bahwa Ayub,
1. Memiliki banyak waktu bersama anaknya
Ayat 5 dibuka dengan dua kata yang sangat kuat, yaitu, “setiap kali” – menunjukkan Ayub selalu hadir dalam kehidupan anak-anaknya, dalam kehidupan keluarganya.
Jika kita teliti melihat kehidupan Ayub tentu saja bukan hal mudah untuk menghadirkan dirinya di tengah-tengah keluarga karena Ayub adalah:
Pengusaha yang sibuk. Ayat 3 mengatakan ia terkaya di Timur negerinya. Mengelola bisnisnya dan para budak yang jumlahnya ribuan bukan hal yang mudah, namun ia mesih menyempatkan “setiap kali” kahadiran dirinya di tengah keluarganya.
Usianya tidak muda lagi. Ayat 4 mengatakan, bahwa anak-anaknya membuat pesta dirumah mereka masing-masing dan bergiliran. Anak-anak Ayub sudah berkeluarga semua, ini menunjukkan bahwa usia Ayub sudah di atas 65 atau 70 tahun. Usia itu adalah usia di mana seseorang mulai cepat lelah dibandingkan saat masih muda. Usia rupanya tidak menjadi penghalang untuk Ayub tetap hadir bagi keluarganya.
Kita bisa melihat bahwa kasih ayah juga adalah “kasih sepanjang waktu”
Ilustrasi :
Seorang menulis surat yang berkisah tentang papa setelah ia merefleksikan hidupnya:
Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, anak perempuan yang sedang bekerja diperantauan, anak perempuan yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, anak perempuan yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..akan sering merasa kangen sekali dengan ibunya.
Lalu bagaimana dengan Ayah?
Mungkin karena ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata ayah-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil…… Ayah biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
Kemudian Ibu bilang : “Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya” ,
Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka….
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Ibu menatapmu iba.. Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”
Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu,
Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia…. :’)
Ayah sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Sarjana.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti…
Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah..
Ketika kamu menjadi gadis dewasa…..Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain…
Ayah harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu?
Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat.
Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”
Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya.
Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Ayah tahu……
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya….
Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia…..
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Ayah menangis karena papa sangat berbahagia.
2. “Setiap kali,” juga menunjukkan perhatian Ayub terhadap rohani anak-anaknya (ay 5)
Perhatian Ayub didasari hal rohani, yaitu ia ingin anak-anaknya memiliki iman seperti dirinya.
Itulah sebabnya doa dan perhatian rohani tidak pernah berkesudahan.
Sedapat mungkin ia tidak ingin anaknya menjauh dari kehendak Tuhan, maka dari itu ia selalu kuatir bukan anaknya jadi miskin, tetapi ia kuatir kalau-kalau anak-anaknya mendukakan hati Tuhan.
Ia mendidik anaknya dengan Firman Tuhan yang ketat, memberikan contoh dan teladan melalui kehidupannya sendiri, sebab dengan yakin percaya bahwa jikalau anaknya takut akan Tuhan maka kehidupan mereka berjalan dengan baik.
Ilustrasi dan aplikasi :
Alkisah seorang ayah dan seorang anak. Sang ayah digambarkan sebagai seorang ayah yang sibuk yang sedang bekerja di depan komputernya. Sang anak adalah seorang anak yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi yang sedang berkutat dengan peta dunianya.
Tiba-tiba sang anak menghampiri sang ayah. Dia bertanya kepada sang ayah, “Pa, ini kota apa?” sambil menunjuk satu kota di peta dunianya. Sang ayah yang merasa terganggu menjawab dengan acuh tak acuh, “Itu kota London, Nak…”
Sang anak kembali berkutat dengan peta dunianya. Namun, tak lama dia kembali dan bertanya lagi kepada papanya, “Pa, kalau yang ini kota apa?” sambil menunjuk kota yang lain. Papanya melihat peta tersebut dan menjawab, “Itu kota Paris, Nak!”.
“Kalau yang ini, pa?” sang anak menunjuk kota yang lain. Sang ayah pun mulai tak sabar dan merasa terganggu oleh anaknya. Tiba-tiba, dia terpikir sebuah ide. Dia mengambil peta dunia anaknya dan menyobeknya menjadi beberapa bagian. Dia berkata, “Nak, kamu susunlah dulu peta dunia ini kembali menjadi utuh, baru kamu tanya papa lagi yah…”. Sang ayah berpikir dia telah berhasil membuat anaknya sibuk dengan “puzzle-puzzle” tersebut dan dia takkan terganggu lagi dalam waktu yang lama.
Namun, di luar dugaan sang ayah, tiga menit kemudian sang anak kembali dan bertanya, “Pa…”. Sang ayah terkejut ketika melihat sang anak membawa peta dunia yang sudah tersusun rapi secara baik dan benar. Dia bertanya-tanya, bagaimana mungkin anaknya dapat menyusun peta dunia yang rumit itu secepat itu. Bahkan, dia sendiri pun belum tentu bisa menyusunnya dalam waktu tiga menit.
Sang ayah lalu bertanya kepada anaknya, “Nak, bagaimana kamu dapat menyusun peta dunia yang rumit itu secepat ini?”
Sang anak menjawab, “Gampang pa…”. Lalu, sang anak membalik gambar peta dunia tersebut. Ternyata, di balik gambar peta dunia tersebut terdapat gambar Tuhan Yesus. Sang anak berkata, “Saya kan sudah sangat mengenal Tuhan Yesus. Jadi, saya balikkan semua potongan gambar tersebut, dan saya menyusun gambar Tuhan Yesus sesuai dengan yang saya kenal. Ketika saya menyelesaikan susunan gambar Tuhan Yesus tersebut, gambar peta dunia di baliknya juga otomatis tersusun dengan baik.”
3. Setiap kali Ayub mengingat TUHAN
Ketika Ayub memperhatikan kerohanian anak-anaknya, satu bagian penting yang tidak boleh kita lupakan bahwa karena Ayub Cinta pada Tuhan. Ayat 1 menuliskan, “dia orang jujur dan saleh”, dan ayat 8, Tuhan sendiri puji dia bahwa di kolong langit ini tidak ada seorang pun yang saleh dan jujur seperti hamba-Ku Ayub.
Di tengah-tengah para anak-anak Tuhan mencari pujian atas apa yang mereka kerjakan, justru Allah berhenti memuji mereka. Namun seorang anak yang melakukan saja Firman Tuhan tanpa mengharapkan pujian, justru dipuji oleh Allah,
Fokus Ayub lebih dalam bukan lagi pada diri, bukan pada keluarga, tetapi pada TUHAN. Maka dampak cinta kepada Tuhan menjadikan keluarga Ayub seperti keharuman bunga di hadapan Allah.
Orang yang mendidik anak-anak mereka dari kecil takut TUHAN, dewasa kelak, mereka dapat percaya bahwa anak mereka akan berjalan dalam jalan terang. Tetapi jikalau seorang anak dididik cinta uang dan kekuasaan maka besarnya seperti apa?
Video : ilustrasi seorang wanita mengatakan, “kamu belum tahu ayahku siapa?”
Ayah, Ibu, Kakek dan nenek yang baik dan benar adalah orangtua yang memiliki waktu bagi anaknya, memiliki setiap kesempatan membawa anak-anaknya kedalam persekutuan gerejawi karena dia sendiri terus melatih diri untuk mengasihi Tuhan lebih dari semuanya.