Perempuan Siro-Fenisia
Markus 7:24-30
Pdt. Hamzah Oei, M.Th

Pernakah kita dikatakan “anjing” dengan serius oleh seseorang? Di bangsa dan belahan bumi manapun, sebutan anjing kepada pribadi manusia merupakan hal yang hina dan dianggap tidak sopan oleh setiap orang. Namun bagaimanakah respon kita ketika sebutan “anjing” kepada seorang pribadi malah keluar dari mulut Tuhan Yesus yang dikenal sebagai sosok penuh kelembutan itu (lihat Markus 7:27)? Mari kita menelusuri kisah Yesus pada 2 (dua) bagian teks di atas.

A. Dari Genesaret Menuju Tirus

Setelah mengajar di Genesaret Yesus melanjutkan perjalanan-Nya ke Tirus. Teks Matius 15:1 menunjukkan lokasi Yesus lebih jelas daripada Markus. Matius memberikan catatan bahwa Yesus berada di Tirus dan Sidon, maka dapat ditafsirkan bahwa Yesus berada di antara dua daerah itu.

Pada ayat 24, nampaknya ada faktor kesengajaan yang dilakukan Yesus untuk masuk ke daerah Tirus dan Sidon, sebab dikatakan bahwa, “Ia masuk di sebuah rumah namun tidak ingin ada yang mengetahuinya. “ Kita dapat menyebut hal itu dengan sebuah misi rahasia? Bisa YA juga bisa TIDAK. Perilaku Yesus yang “sembunyi-sembunyi: ini di latarbelakangi karena Tirus dan Sidon merupakan daerah Siro-Fenesia (Siria-Libanon) atau di luar Israel. Ingat, bahwa Israel mengidap penyakit etnosentirme (kekaguman terhadap budayanya sendiri), sebab mereka beranggapan bahwa bangsanya merupakan “first class” dan yang lain berada di gerbong ekonomi. Dikaitkan dengan judul bacaan kita, mereka beranggapan bahwa di luar Israel dan Yudaisme maka semua adalah “anjing”. Tindakan Yesus yang “sembunyi-sembuyi” dapat dimaklumi karena latar belakangpemikiran di atas, “haram masuk ke daerah di luar tanah perjanjian”.

B. Popularitas Yesus seperti Kota di atas Gunung

“Kedatangannya tidak dapat dirahasiakan”, saya tambahkan bahwa kehadiran Yesus seperti soda yang dikocok dalam sebuah botol, akan melesat keluar dengan sangat cepat. Ketenaran Yesus langsung menyebar secepat kilat. Ayat 25 dikatakan, “malah seorang ibu” pun tahu kedatangan Yesus. Kata/frasa “malah” menunjukkan bahkan perempuan sederhana yang mungkin selalu ketinggalan beritapun tahu akan kedatangan Yesus. Sambil berlari mencari Yesus, begitu mendapatkan-Nya, keinginan pun meledak keluar di hadapan Yesus. Terharu melihat spontanitas ibu ini, saya memberikan coretan penting di sini, yaitu,

Ibu itu datang lalu tersungkur di kaki Yesus. kata Yunani untuk tersungkur di bagian ini adalah “prospipto”, yang berarti datang merebahkan diri, menyembah. Dekat sekali dengan arti “proskuneo”, di mana “pros” adalah “dekat” dan “kuon” adalah “anjing”, jika dikalimatkan, maka kalimat bebasnya bisa menjadi, “perempuan itu datang merebahkan diri di kaki Yesus seperti seekor anjing menjilat kaki tuannya”.

Markus dalam ayat 26 memberikan catatan penting untuk menegaskan identitas perempuan itu, bahwa dia bukan peserta dari Genesaret yang mengikuti Yesus masuk ke Tirus dan Sidon, melainkan perempuan asli Yunani bangsa Siro-Fenesia. Dengan permohonan kepada Yesus, ia meminta Yesus melakukan mujizat agar anak perempuannya lepas dari roh iblis. Kita dapat memaklumi kasih seorang ibu yang besar terhadap anak-anaknya, sehingga tidak mengherankan apabila ibu ini rela dan siap untuk malu di hadapan banyak orang sebagai non-Yahudi, apalagi ia pun seorang perempuan di mana saat itu perempuan tidak memiliki kedudukan di mata budaya sama seperti sekarang ini.

C. Yesus menyebut Perempuan itu sebagai Anjing

Miris sekali mendengar perkataan Yesus seperti dalam ayat 27 dan 28? Yesus memberitahukan kepada ibu itu dan tentu saja murid-murid Yesus dan orang lain juga ada di sana bahwa, makanan utama yang “fresh” biarlah untuk orang Yahudi dan sisa-sisanya bagi non-Yahudi. Kalimat berikutnya lebih tajam lagi ketika Yesus mengatakan, “tidak patut (tidak layak) seekor anjing makan makanan yang bukan miliknya.”

Frasa “anjing” di sini berasal dari kata “kunarion” atau anjing kecil yang masuk dalam kategori anjing peliharaan dan bukan anjing liar. Mendengar hal ini mungkin pembaca sedikit terhibur karena merasa lumayan disebut anjing peliharaan dari seorang tuan yang baik, atau menganggap diri anjing yang lucu sehingga rela dikatakan sebagai seekor anjing kecil. Namun, anjing tetaplah anjing, baik liar maupun peliharaan, esensinya tetaplah seekor anjing.

Membaca bagian ini kita perlu melihat konteksnya dan memahami Yesus secara utuh. Kesengajaan Yesus menuju Tirus dan Sidon dan bersembunyi di sebuah rumah tentu memiliki maksud dan tujuannya, salah satu tentunya adalah menolong anak ibu ini yang sedang kerasukan setan, sebab peristiwa yang berkesan dalam catatan Matius dan Markus hanyalah kisah perempuan Siro-Fenesia ini. Hal yang dapat kita lihat dari peristiwa ini keistemewaan ibu ini yang ingin ditunjukkan Yesus kepada orang-orang Yahudi.

D. Keistimewaan Perempuan Siro-Fenesia

Keistimewaan ibu ini yang ditunjukkan pada ayat 28 terletak kepada “kerendahan hatinya”. Kerendahan hati yang saya maksud di dalamnya adalah kebesaran jiwa dan kesadaran diri di hadapan Tuhan, karena itu Tuhan pun tersentuh terhadap sikap ibu ini dan memberikan roti, bukan remah-remah kepada perempuan itu.

Kekhususan Yesus datang menjenguk perempuan itu di Sidon dan Tirus untuk mengajar para murid melihat nilai dan keperibadian perempuan itu yang perlu dimliki oleh setiap murid-murid Tuhan. Tentu saja dalam pemahaman saya tentang Yesus, bukanlah maksud Yesus menyebut perempuan ini dengan sebutan anjing, tetapi menunjukkan
“public opinion” yang keliru bahwa anugerah hanya bagi orang Yahudi, roti pun disedikana bagi mereka yang sungguh-sunggu datang
memintanya. Tentu saja muncul rasa malu yang besar terhadap orang-orang Yahudi yang hadir saat itu bahwa:

Non-Yahudi yang disebut anjing memiliki kesadaran akan dirinya di hadapan Allah bahkan kerendahan hatinya ditunjukkan dengan sikap tersungkur di hadapan Yesus. Yesus menghendaki pengikutnya menjauhi sikap angkuh yang mungkin merasa layak, padahal kita semua tidak lebih daripada “anj…..”
anugerah diberikan Tuhan bagi siapapun yang sungguh-sungguh datang kepadanya tidak peduli dari bangsa, gender dan suku manapun. Keangkuhan sebagai anak Allah atau umat perjanjian bisa saja berkat baginya dipindahkan kepada orang lain ketika Tuhan tidak berkenan kepada mereka yang merasa layak.
Kepedulian dan kesetaraan antar pribadi, suku dan bangsa perlu dihilangkan ketika kita memandang Yesus sebagai Raja dalam kehidupan kita.

Menjadi pribadi yang istimewa bukan masalah di lahirkan dalam bangsa, keluarga, dan suku seperti apa. Keistimewaan di hadapan Allah justru bagi mereka yang memiliki kesadaran diri di hadapan Tuhan. Dengan begitu kerendahan hati dan pemberian diri akan terwujud.

Unknown