blogger-image-1087288454

Matius 6:25-34

Pengantar

Tadi malam saya menngendarai motor (14 Nov 2017) dan mengajak kedua anak saya makan bersama di angkringan Didot. Menuju ke sana, bensin motor menunujukkan/berada pada garis akhir dan mereka menjadi kuatir kalau-kalau bensinnya habis di tengah jalan. Saya menjelaskan kepada mereka bahwa jangan panik ataupun kuatir karena bensinnya masih bisa bertahan cukup lama dengan jarak tempuh yang dekat.
Keesokan harinya, pagi-pagi saya akan mengantar mereka ke sekolah (15 Nov 2017) dengan mengendarai sepeda motor. Mereka gelisah bahkan ketika hampir sampai di sekolah, tidak berhenti mereka menguatirkan bensin motor itu. Dalam hati saya berguman, “saya tahu keterbatasan bensin ini dan jarak tempuh yang masih dapat dijtempuh motor ini.”.

Dalam konteks bensin anak saya kuatir, namun bukan berarti saya pun lepas dari kekuatiran. Manusia melekat dengan kekuatiran bahkan banyak yang berdampak pada kegelisahan yang ditunjukkan melalui kepanikan. Dalam konteks bacaan kita hari ini, menunjukkan bahwa kekuatiran yang dimaksud adalah “kegalauan” emosional yang tidak terkendali, dan Yesus katakan kepada pendengarnya:

  1. Iman mengalahkan kekuatiran (25)
    6:25 “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?

Tidak ada yang dapat mengalahkan raksasa yang bernama kekuatiran jikalau bukan pengharapan dalam iman. Sebagai manusia yang terbatas dan dinamis secara rasional pastilah jatuh dalam kondisi kuatir karena merasa tidak berdaya atau kadang-kadang merasa hampa. Tidak heran, Marvel, produser film superhero menciptakan tokoh-tokoh yang dapat menjawab sebagian permasalah kekuatiran akan rasa aman manusia dengan kekuatan super , dan masih banyak lagi film-film yang menunjukkan pengharapan fiksi untuk sekadar menghibur manusia.
Mana lebih penting makanan atau tubuhmu? Maksud Yesus dibagian ini bukan membandingkan hidup dengan makanan, tubuh dengan pakaian, tetapi mengandung maksud bahwa Tuhan yang menciptkaan kehidupan, masa kan hal yang lebih kecil seperti pakaian dan makanan tidak dapat ia sedikan bagi anak-anak-Nya? Inilah ajakan beriman pendengar kepada kuasa dan kedaulatan Allah.

       2. Iman itu adalah “Mengarahkan Pandangan kepada Tuhan”(26)
      6:26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan      tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?

Yesus Kristus menganalogikan burung-burung sebagai salah satu bentuk pemeliharaan Tuhan dan pendengar diminta Yesus untuk melihat burung yang banyak itu tetap mendapatkan makanan, sekalipun mereka tidak bekerja. Sebenarnya, ada 2 maksud yang terkandung pada bagian ini, yaitu:

Pandanglah pada Allah. Ketika kita melihat burung-burung dipelihara, jangan berhenti pada pesona burung di langit, tetapi carilah sumber pemeliharaannya, yaitu Tuhan. Bagian ini terkait dengan Mazmur 121:1-2.
Bukan ajaran untuk malas. Dalam banyak bagian lain, Yesus menekankan pelayanan dan pekerjaan mesti dilakukan oleh manusia, sehingga bagian ini tidak dapat diartikan bahwa Yesus menyatakan tidak bekerja pun Allah memelihara. Dalam konteksnya, Yesus mengajarkan iman bahwa manusia jauh lebih berharga sebagai pribadi yang diciptakan menurut rupa dan gambar Allah (Kej 1:26). Dan satu pasal yang mengikutinya, jelas dikatakan Bapa memelihara anak-anak-Nya (Mat 7:11).

      3. Kekuatiran itu tidak ada gunanya (27-29)
      6:27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan    sehasta saja pada jalan hidupnya? 6:28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, 6:29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.

Pertanyaan retorika Yesus saya jawab dengan jawaban : “Tidak ada! Bahkan hanya memperpedek usia seseorang”. Kekuatiran berdampak luas, seperti kesehatan yang terganggu, juga akal sehat dalam berelasi dan bekerja, serta tidak terkecuali pertumbuhan spiritualitas seseorang.
Setelah Yesus menganalogikan burung-burung, Ia meminta pendengarnya melihat bunga bakung di ladang. Frasa ladang dalam bahasa Yunani adalah “αγρος, yang dapat juga diartikan sebagai “all place, all Park” atau di semua tempat di mana bunga dapat bertumbuh.
Tangan Tuhan mendandani semua bunga dengan keindahannya bahkan Salomo raja kaya raya tidak memiliki kuasa sepeti Allah Sang Pemelihara.

4. Pengamatan melalui iman melihat hal yang “unlimited” (30-32)
6:30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? 6:31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? 6:32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.

Rumput hingga kini merupakan tumbuhan yang tidak dapat dibuat oleh orang super pintar, namun bagi Allah, Ia menumbuhkan dan membakarnya kemudian menumbuhkan lagi. Jikalau kuasa Allah seperti demikian, apakah yang perlu dikuatirkan? Yesus rupanya bertanya pada orang yang kurang percaya dan bukan tidak percaya. Kurang percaya adalah orang yang percaya namun ragu-ragu! Ada pergulatan antara iman dan rasio.
Berkat itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, namun iman Kristen yang melihat lLlah dengan benar akan mencari Tuhannya terlebih dahulu, Sang Kuasa yang mengendalikan segala berkat.

5. Esensi untuk terlepas dari kekuatiran (33-34)
6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. 6:34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

Kalau ingin mencegah rumah dari kebanjiran, jangan menampung di ember tetesan air dari atap, tetapi tamballah lobang pada atap rumahmu. Seperti halnya menyelesaikan kekuatiran adalah mencari Allah sumber damai sejahtera. Berkat tidak terlepas dari mencari Kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya. Artinya ketaatan dan kesetiaan, serta keingintahuan akan Tuhan harus menjadi sebuah pondasi dalam mengarungi hidup. Dengan kata lain, kuatirlah terhadap diri kita yang mudah kehilangan iman, sehingga kita menjaga dan menumbuhkan iman itu dengan serius.

Resep “mencari Kerajaan dan kebenaran Allah” menjadi solusi kebahagiaan hidup yang memberikan damai yang teramat besar. Daripada menangis dalam kuatir dan getir, mendingan mengais bahagia dalam perjuangan iman untuk taat dan setia.

Penutup

Hidup perlu mengamati segala sesuatu dengan saksama. Orang yang kuatir disebabkan oleh hati yang sudah tidak mampu melihat Tuhan. Padahal tidak usah mencari contoh kuasa spektakuler Tuhan pada langit yang tertutup awan, cukup amati hidup keseharian beserta contoh-contohnya. Ada rumpun, ada bunga, ada burung, ada pelangi, dll. Kesemuanya cukup menunjukkan bahwa Allah itu memelihara. Sekarang tinggal kita meraihnya dengan percaya dan berbuat Firman Tuhan.