Blake_1793_Job's_Tormentors

Ayub 39:34-38; 42:1-6

I. Konteks

Pembahasan mengenai kitab Ayub harus di lihat dalam semua konteksnya dan kejujuran pembaca dalam menilai Ayub. Konteksnya, karena kitab Ayub merupakan narasi yang sangat sistimatis, sehingga pararelisasinya sangat penting dicermati dengan saksama. Kejujuran pembaca, karena sebagian orang sudah memiliki presuposisi bahwa Ayub saleh dan mengidentikkan kesalahen itu dengan tanpa dosa. Padahal, kesalehan bukan berarti tanpa dosa, itulah sebabnya Ayub pun dalam penderitaannya melakukan dosa di hadapan Allah.
Ayub seorang tokoh kaya raya di tanah Us, ia memiliki pengertian bahwa “segala sesuatu yang ada padanya merupakan pemberian Tuhan (1:21)”, pengetahuan ini membuat pembaca terperanjat ketika ia menegur istrinya yang tidak sejalan mengenai pengetahuannya di atas (2:10). Lalu ketiga temannya datang, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar, kasihan terhadap Ayub, mereka menyarankan Ayub mengakui dosa di hadapan Tuhan agar Tuhan mengampuni dan mengasihani Ayub. keberadaan para sahabat Ayub membuat Ayub yang menderita fisik dan mental (19:20) berbicara banyak hal. Di antaranya yang dapat kita lihat adalah:

a. Ayub mengakui dosa masa mudanya (13:26)
b. Pasal 16 menunjukkan kemarahan Ayub terhadap Elifas (1-5) dan Ayub mulai mempertanyakan keadilan Allah bagi dirinya, tetapi Ayub masih percaya bahwa Allah berada di pihaknya.
c. Pasal 22 merupakan puncak kesabaran Ayub setalah Elifas menyarankan agar Ayub bertobat. Pasal 23 menunjukkan bahwa Ayub mengakui pemberontakan batinnya kepada Allah dan yakin jika ia bertemu Allah maka ia menang atas pembelaan dirinya. Ayat 7, Ayub menyatakan diri sebagai pribadi yang benar, berarti Allah adalah Hakim yang salah.
d. Pasal 25, Bildad menjawab Ayub bahwa tidak seorang pun yang benar di hadapan Allah. Dalam pasal 27, sekali lagi Ayub mempertanyakan keadilan Tuhan yang telah memedihkan hatinya. Ayat 6, Ayub menyatakan diri sebagai sosok yang terus berjuang dalam kebenaran Allah seumur hidupnya.

Dalam pergumulan dan pergulatan batin yang “mahadahsyat”, Allah menjawab Ayub. Dalam 11 kali Ayub bertanya “mengapa” kepada Allah, Allah menjawab Ayub pada pasal 38-41. Tuhan membalasa bertanya Ayub dengan pertanyaan: Dimanakah engkau ketika aku meletakkan dasar bumi? Tuhan mengingatkan Ayub akan siapa manusia dan siapa Allah, sehingga dengan apa manusia yang mau mengadili kebijaksanaan Allah? Siapakah manusia yang mau menguasai jalan pemikiran Yang Mahakuasa? Siapa manusia yang mau menuntut pertanggungan jawab dari Allah?

II. 39 Ayat 34-38. “Allah Berbicara Keras”

ayat 35, “si pengecam dan Yang Mahakuasa”
a. Pengecam : Pengkritik, penyelidik
b. Mahakuasa : dikenakan hanya kepada Allah. Mahakuasa menunjukkan kesempurnaan-Nya yang tidak terbantahkan
c. Pencela : sama dengan pengecam

Tuhan menjawab Ayub dengan membandingkan diri-Nya dengan Ayub, antara Yangkuasa dan pengecam. Ia bertanya kepada Ayub dalam 38:4, “kamu di mana ketika dasar buni Kuletakkan?” Pernyataan Allah menunjukkan bahwa Ayub adalah pribadi yang tidak mengerti apa-apa sekalipun ia selama ini hidup dalam persekutuan dengan Allah.
Jikalau Ayub tidak dapat memahami misteri cara Allah bekerja, bagaimana ia dapat mengerti mengenai maksud penderitaan yang diizinkan Allah terjadi atasnya?
Allah berbicara kepada Ayub bahwa Iamemerintah dengan hikmat dan keadilan dan penderitaan yang terjadi tidak berarti Ia meninggalkan hamba-hamba-Nya yang setia.
Penderitaan orang benar tidaklah menyangsikan kebaikan Allah. Penderitaan mereka terjadi dalam kehendak Allah yang mengizinkan, diizinkan demi maksud-Nya yang bijaksana, namun sering tidak dimengerti.
Keadaan pergumulan yang diderita setiap anak Tuhan harusnya tidak membuat iman anak-anak-Nya runtuh, sebab iman mengerti bahwa maksud Tuhan di balik rencana-Nya selalu baik.

ayat 37, Respon Ayub atas Jawaban Tuhan
Aku terlalu hina : Tahu diri
Apa yang dapat kuberikan? : Tidak layak mengatakan diri benar
Mulutku kututup dengan tangan :menyadari kekhilafannya

Jawaban Allah memberikan pencerahan kepada Ayub, di tengah situasi menderita dan kehilangan kesabaran, Ayub yang bingung itu menjadi mengerti bahwa manusia itu tidak berarti di hadapan hikmat Allah. Ayub tersadar bahwa penderitaannya adalah rencana Allah dan di tengah semua itu Allah dapat diandalkan.

ayat 38, “tidak mengulang hal yang salah”
Ayub sampai lupa berapa kali ia berbicara menjadi pengecam Allah, sehingga ia katakan kututup mulutku dengan tanganku, jika sekali aku salah, kututup sekali, jika dua kali maka kututup dua kali. Namun yang jelas Ayub takkan mengulangi kesalahannya lagi untuk mempertanyakan keadilan dan meragukan kebaikan Allah.

III. 42 Ayat 1-6. “Melihat Tuhan dalam Terang yang Sejati”
Tuhan adalah :
Arsitek yang memiliki rencana sempurna
Keputusannya seringkali tidak dimengerti manusia, sehingga manusia “bodoh” bercerita tanpa pengetahuan.
Allah yang ajaib tak dapat dimengerti sepenuhnya oleh manusia (3c)

ayat 1-2. Mahakuasa dalam pararelitas dengan 39 : 35
-Allah mengingatkan Ayub akan diri-Nya sebagai yang Mahakuasa dalam 39:35. Ayub teringat Kehakuasaan Allah dan mengakuinya dalam 42:2. Ia dengan kerendahan hati dan ketundukannya pada Allah, ia mengakui bahwa Sang Khalik mengerjakan sesuatu dengan hikmat-Nya dan memiliki tujuan yang baik (Roma 8:28).

ayat 5-6. “Dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang…”

Pembelajar dan pelaku Firman Tuhan
Menyaksikan dan Mengagumi Allah – “Sekarang ia mengerti”
Pengakuan Ayub akan kebodohonnya dan penyelasan dalam debu dan abu – Manusia dari debu yang tidak berarti tanpa pembentukan tangan Allah.

III. Kesimpulan

Allah Mahakuasa sehingga Ia yang memberi dan Ia pula yang mengambil
Pergumulan Ayub merupakan dilema antara keadilan Allah dan kebenaran diri.
Daya tahan manusia terbatas dan dapat berdampak negatif terhadap ucapan dan tindakan.
Allah selalu punya rencana dan rencana Allah tidak dapat dimengerti manusia secara sempurna.
Ayub seperti seorang anak yang melihat sulaman ibunya dari bawah di mana sulaman itu terlihat “jelek” karena pada posisi yang terbalik (perspektif manusia).