ROMA 2:1-29 “HUKUM TAURAT DAN SUNAT”
Pendahuluan
Surat Roma 2:1-29 menunjukkan bahwa Paulus menegur “manusia (ayat 1)”, yang dalam konteks ini, frasa “manusia” adalah orang-orang Yahudi Kristen (ayat 17). Masalah yang dihadapi oleh orang Yahudi adalah konsep mereka terhadap keselamatan yang dikaitkan dengan hukum Taurat dan Sunat. Bagi mereka keselamatan dalam Yesus juga tidak dapat dilepaskan dari Taurat dan Sunat.
Sebagaimana kita ketahui, orang Yahudi memiliki eksklusivitas/etnosentrisme terhadap kebudayaan mereka. Mereka melihat diri sebagai satu-satunya bangsa pilihan sehingga hal tersebut membuat mereka berpikir bahwa seluruh hal harusnya berpusat pada pemahaman mereka terhadap hal-hal agama dan kebudayaan mereka.
Ayat 1, Paulus menegur mereka karena eksklusivitas maka mereka menghakimi orang lain. Kata “menghakimi adalah “krino” yang bisa juga diartikan sebagai mengkritik (suka) – mencari kesalahan orang lain dengan melihat diri sebagai ukuran.
Dalam pembahasan kita di roma 1, Paulus adalah rasul bagi non-Yahudi, dan dalam Roma 2, kita melihat bahwa Paulus hendak melepaskan pemahaman campuran dalam kaitan Taurat dan keselamatan serta aturan yang berkaitan dengan sunat yang dikenakan oleh orang-orang Yahudi Kristen kepada non-Yahudi Kristen. Dalam arti yang sederhana, keselamatan hanya dalam Yesus dan tidak ada kaitannya dengan Taurat dan Sunat. Paulus mengatakan, kritik mereka selalu pada Taurat dan Sunat, padahal mereka sendiri tidak dapat memahami dan melakukan esensi daripada apa yang mereka yakini.
ayat 2-11, Tindakan “manusia” yang mengkritik dalam konteks Roma 2 adalah keliru dan mereka merasa bahwa tindakan yang mereka lakukan itu adalah sebuah kebenaran, karena mungkin mereka melihat bahwa apa yang mereka lakukan tidak mendapat hukuman Allah.
Konsep pada ayat 4 tidak mereka miliki bahwa Allah yang berdiam terhadap dosa mereka adalah “kemurahan (khertotes – kebaikan hati – yang ploutos (berkelimpahan). Allah menunggu mereka bertobat. Pertobatan yang dimaksud disini adalah mengawali suatu kehidupan dari kebiasaan sebelumnya dengan moral yang baru.
ayat 6 nampak bahwa kemurahan hati tidak dapat dilepaskan dari keadilan Allah (bukan Allah kehilangan kesabaran – demi keadilan) – Yang jahat akan menerima hukuman dan yang tekun berbuat baik akan mendapatkan hidup kekal (Mereka yang mencari ketidakbinasaan melakukannya berdasarkan kasih karunia melalui iman).
Jadi Allah tidak melihat “bulu (prosopolempsia – tidak punya sifat memandang muka). Dengan demikian tidak ada etnosentrirme di hadapan Allah.
Ayat 12-16 : “Semua orang akan dihakimi”
ayat 12&15 menunjukkan bahwa semua orang akan dihakimi, baik
Dibenarkan (dikaioo) melalui hukum Taurat ataukah pembenaran dalam iman kepada Yesus Kristus? Roma 2:13 – pembenaran oleh Taurat. Galatia 2:16 – pembenaran oleh Yesus Kristus. Manakah yang benar? Ketidakkonsistenan? yang memiliki hukum Taurat maupun yang tidak (seperti yang miliki oleh orang Israel dan di luar orang Israel). Semua manusia tidak ada yang benar dalam konteks yang lebih luas (Roma 3:9-20), jadi penghakiman oleh Allah sudah jelas akan menuai hukuman. Jalan satu-satunya untuk pembenaran adalah melakukan Taurat, bukan sekdar mendengarnya). Ayat 13b dikatakan, “hanya orang yang melakukan Tauratlah yang akan dibenarkan”. Kita perlu kita melihat dengan saksama arti kalimat Paulus ini. Paulus mendorong orang-orang Yahudi melakukan Taurat agar dibenarkan oleh Allah, namun siapakah dapat dibenarkan karena melakukan hukum Taurat (Gal 2:16) – Hukum Taurat bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan atau Taurat merupakan hukum yang mustahil untuk digenapi, karena Taurat adalah rantai yang saling mengikat satu dengan yang lain (lih. Yakobus 2:10), sehingga tidak ada yang dapat melakukannya dengan sempurna. Apalagi mereka yang mengandalkan hati nurani, di mana kita tahu bahwa hati nurani bergantung kepada budaya di mana mereka dibesarkan. Teologia Paulus dalam ayat di atas dapat dikaitkan dengan Gal 5:2-4, Paulus katakan,
“Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat. Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia.
Dalam hal ini Paulus tidak ingin mencampurkan keselamatan dengan hukum Taurat, sebab keselamatan hanya dalam Yesus Kristus.
”Ayat 17:29: Hukum Taurat dan Sunat tidak menyelamatkan
Seperti yang dituliskan di atas bahwa tidak ada satupun yang dapat dengan sempurna melakukan hukum Taurat, karena itu mustahil keselamatan dapat diperoleh oleh manusia. Keselamatan dalam teologia Paulus adalah iman kepada Yesus Kristus.
Dalam ayat 17-23, Paulus menuliskan betapa tidak konsistennya orang-orang Yahudi dalam melakukan Taurat, mereka berbicara kebenaran Taurat tetapi tidak sanggup melakukannya, sehingga ayat 24, Paulus mengatakan bahwa karena ketidakkonsistenan itulah maka bangsa-bangsa akan menghujat (blasphemeo – menghina, mengumpat) mereka. Ayat ini berdampak pada ajaran Paulus untuk tidak menghakimi, karena setiap orang yang tidak dapat melakukan kebenaran dengan sempurna tidak memiliki hak untuk menghakimi orang lain.
Ayat 25 : Mengenai sunat, ada dua hal yang perlu dipahami, yaitu sunat versi Abraham dan sunat versi Musa, secara sederhana kita sebut bahwa sunat masa Abraham lebih kepada tanda Perjanjian/hal rohani dan sunat masa Musa adalah tanda kebangsaan. Sunat dalam kaitannya dengan hukum Taurat adalah masa Abraham karena ada 5 hal penting yang sebaiknya kita pahami bahwa, sesuai isi Taurat kalau SUNAT adalah :
1. Tanda Perjanjian antara Allah dengan Keturunan Abraham, Ishak , Yakub
2. Pemotongan Kulit Khatan
3. Setiap anak laki-laki di sunat di hari ke-8
4. Perjanjian itu dihubungkan oleh Daging dengan kata lain, darah daging Abraham sendiri, dan itu Kekal.
5. Orang keturunan Daging Abraham yang menerima Perjanjian itu haruslah di Sunat apabila Tidak akan dimusnahkan diantara keturunan Daging dan Perjanjian Abraham itu.
Jadi dari 5 ketentuan mengenai Sunat dari Allah itu suatu kesatuan mengenai Hukum Sunat. Sunat dalam ketaatan pada Taurat tidak akan ada bila salah satu ketentuan itu saja diabaikan. Maka apabila ada orang yang dikerat kulit Khatanya, dia belum tentu melakukan Taurat, apalagi kalau merasa sudah menerapkan Hukum Sunat, itu sungguh keliru. orang yang dipotong kulit khatanya namun tidak mengerti artinya, maka hanya menjadi sebuah perintah yang dijalankan itu juga bukan Hukum Sunat Abraham sesuai Taurat.
Nampaknya, orang-orang Kristen Yahudi dalam konteks Roma mengerti sunat dalam kaitannya dengan kebangsaan atau masa Musa, di mana makna sunat adalah tanda bahwa mereka orang Yahudi yang dibebaskan dari tanah Mesir (Kel 4:22). Jadi ketika orang non-yahudi melakukan sunat maka orang-orang Yahudi mengabaikan hukum sunat pada masa Abraham, sebab itu Paulus berkata:
Kamu tidak tahu hukum Taurat mengenai sunat, karena orang-orang non Yahudi bukan keturunan Abraham – Ishak – Yakub. Dan mereka tentunya tidak disunat pada hari ke-8.
Kalau kamu mengabaikan hukum sunat dan mereka melakukan sunat maka mereka harus dianggap/diperhitungkan sebagai Yahudi lahiriah (jangan memaksa sebuah budaya yang eksklusif menjadi global).
Penutup
Paulus sang rasul memberikan pengertian bahwa etnosentrime seharusnya tidak ada lagi dalam pemahaman kekristenan apalagi aturan kebudayaan itu hanya berlaku kepada bangsa mereka. Paulus justru mendorong kebersamaan keberagaman budaya untuk hidup dalam kesatuan karena KASIH KARUNIA dalam Yesus, di mana keselamatan hanya diperoleh di dalamnya bukan dalam hukum Taurat.
Paulus dengan indah menutup bagian ini dengan mengedepankan kesucian hati yang dipakainya dengan istilah “sunat hati”. Bukan berarti tradisi tidak penting namun perlu memahaminya sebagai anugerah pada setiap bangsa di mana pelakunya akan dipuji oleh manusia, namun kesucian hati mendapatkan puji-pujian dari Allah (ayat 29).